Pages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
 

Senin, 25 Februari 2013

ZUHUD

0 komentar


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka; siapa diantara mereka yang terbaik perbuatannya” (QS. Al Kahfi : 7).
”Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS. Al Kahfi : 45 – 46).

”Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia akan Kami berikan kepadanya sebagian keuntungan di dunia, namun tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat kelak” (QS. Asy Syura : 20).

”Apakah orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?” (QS. Az Zumar : 22).

”Barangsiapa yang Allah berikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam” (QS. Al An’am : 125).

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah SAW lewat di pasar melalui jalan yang tinggi dengan diikuti orang yang banyak di kanan kiri beliau. Kemudian beliau menemukan seekor kambing yang mati dengan kedua telinganya yang kecil/sempit, lalu beliau mengangkat anak kambing itu dengan beliau pegang pada telinganya. Kemudian beliau bertanya, ”Siapa yang mau membeli kambing ini seharga satu dirham?”. Orang-orang menjawab, ”Kami tidak mau membelinya. Untuk apa?”. Beliau bertanya lagi, ”Apakah ada yang suka memilikinya tanpa membeli ?”. Mereka menjawab, ”Demi Allah, seandainya kambing itu masih hidup, maka ada cacatnya karena telinganya kecil, apalagi sudah mati”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah, sungguh dunia itu di sisi Allah lebih hina daripada hinanya kambing yang mati ini di mata kalian” (HR. Muslim).

Al Mustaurid, saudara Bani Fihr mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah, dunia dibandingkan dengan akhirat hanyalah seperti air yang tersisa di jari seseorang setelah dicelupkan ke lautan, (Yahya menudingkan jari telunjuknya ketika dia meriwayatkan hadits ini), perhatikanlah betapa sedikit air yang tersisa di jari tersebut bila dibandingkan dengan air lautan” (HR. Muslim).

Dari Sahl bin Sa’d, ia berkata, ”Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, ”Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku satu amal yang bila kuamalkan dia, niscaya Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku”. Maka, sabdanya, ”Berzuhudlah dari dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan berzuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintaimu” (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah SAW bersabda : ”Zuhud adalah mencintai sesuatu yang dicintai Allah dan membenci sesuatu yang dibenci Allah. Meninggalkan harta yang halal sebagaimana meninggalkan harta yang haram. Sebab, yang halalnya pasti akan dihisab, sedangkan yang haramnya pasti akan membuahkan siksa. Menyayangi sesama orang Islam sebagaimana menyayangi diri sendiri. Memelihara diri dari ucapan yang tidak bermanfaat sebagaimana memelihara diri dari ucapan yang haram. Memelihara diri dari banyak makan sebagaimana memelihara diri dari memakan bangkai yang amat busuk. Memelihara diri dari aneka macam kesenangan dunia dan perhiasannya sebagaimana memelihara diri dari panasnya api neraka. Dan, tidak panjang angan-angan. Inilah zuhud sebenarnya” (HR. Dailami).

Ketika ditanya tentang zuhud, Rasulullah SAW menjawab, ”Zuhud tidak berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta benda. Yang dimaksud dengan zuhud di dunia adalah agar apa yang ada di tangan Allah lebih kamu butuhkan daripada apa yang ada di tangan manusia”.

Rasulullah SAW pernah berpesan :
1.   ”Barangsiapa yang cita-citanya adalah dunia, niscaya Allah Ta’ala akan mencerai beraikan urusannya, menelantarkan harta bendanya, menjadikan kemiskinannya berada di depan matanya dan ia hanya mendapatkan bagian dari dunia yang telah ditentukan untuknya. Akan tetapi bagi siapa yang cita-citanya adalah akhirat, niscaya Allah Ta’ala akan menyatukan perkaranya, menjaga harta bendanya, menjadikan kekayaannya berada di dalam hatinya dan duniapun datang kepadanya dalam keadaan tunduk”.
2.   ”Jika kalian melihat seseorang dikaruniai sifat tenang dan zuhud terhadap urusan dunia, dekatilah dia! Karena, ia akan memberikan hikmah yang banyak kepadamu”.
3.   ”Jika engkau ingin dicintai Allah Ta’ala, maka jauhilah urusan keduniaan, niscaya Allah akan mencintaimu”.

Zuhud adalah melepaskan diri dari penghambaan kepada harta dan kesenangan dunia. Hakikat zuhud ialah tidak menyukai sesuatu dan mengharapkan ganti pada sesuatu yang lain. Jadi, orang yang meninggalkan sisa-sisa dunia dan menolaknya demi mengharapkan keuntungan akhirat, maka ia adalah orang yang berzuhud pada dunia. Zuhud harus disertai dengan kesadaran bahwa akhirat lebih baik dari dunia. Pada hakikatnya amal atau kedermawanan yang timbul dari suatu keadaan adalah pelengkap keinginan terhadap akhirat.

Menurut Imam Al Ghazali ada tiga tanda-tanda zuhud :
1.   Pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang.
2.   Kedua, sama saja disisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik yang terkait dengan kehidupan, harta maupun kedudukan.
3.   Ketiga, senantiasa bersama Allah SWT dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan karena hati tidak dapat terbebas dari kecintaan. Apakah cinta Allah SWT atau cinta dunia? Dan keduanya tidak dapat bersatu.

Zuhud mempunyai beberapa tingkatan :
1.   Orang yang memaksakan diri dengan memerangi nafsunya menjauhi dunia.
2.   Orang yang menjauhi dunia dengan sukarela. Sesungguhnya ia masih menginginkannya, namun ia menganggap dunia kecil.
3.   Seseorang menjauhi dunia dengan sukarela dan tidak merasakan sikap zuhudnya, karena ia tahu dunia tidak berarti apa-apa.
4.   Tingkatan zuhud yang tertinggi adalah tidak menginginkan segala sesuatu (bahkan termasuk akhirat) selain Allah SWT, mengharap keridhaan-Nya, yaitu dengan cara mengenal-Nya dan mengenal kedudukan-Nya Yang Maha Segala.

Semoga kita termasuk umat yang dapat mendekati sikap zuhud yang sejati yaitu tidak mengandalkan makanan, minuman, tempat tinggal dan segala kebutuhan, kecuali sekedar yang diperlukan untuk mempertahankan stamina tubuh dan menghidupi diri. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Daftar Pustaka : 
1.  Syamil Al Qur’an, Al Qur’an & Terjemahnya Edisi Tajwid, PT. Syaamil Cipta Media, 2006. 
2.  Imam Al Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Akbar Media Eka Sarana, 2008.
3. M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Gema Insani Press, 2007.
4. DR. Mustofa Said Al Khin Cs, Imam Nawawi - Syarah & Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid I, Al-I’tishom Cahaya Umat,2008.
5. Nasher Akbar, Zuhud, Hikmah, Surat Kabar Republika, Mahaka Media, 14 April 2009.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar