Pages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
 

Kamis, 14 Februari 2013

ENERGI IMAN

0 komentar


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,
 “Tidaklah kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali seperti saat salah seorang diantara kamu mencelupkan jari telunjuknya di samudera lautan, lalu lihatlah yang tersisa di jari telunjuknya itu, itulah dunia” (HR. Muslim, Tarmidzi, Ibnu Najah dan Ahmad).
 Keimanan senantiasa naik dan turun. Saat iman naik, saat itu kita merasakan betapa lezatnya iman itu. Hidup terasa tenang, dada lapang, mata terasa sejuk, pikiran jernih, kata-kata manis, penuh tawakal, ibadah terasa ringan dan nikmat, kadang air mata ikut menetes untuk ikut merasakan kenikmatannya.
 Namun, iman bisa turun kalau penjagaannya tidak optimal, karena gerusan kemaksiatan setiap hari pasti dijumpai karena kita tidak hidup sendiri. Tarik menarik antara keimanan dan kemaksiatan terus akan terjadi.
 Kita juga akan merasakan bagaimana kondisi jiwa ketika iman dalam kondisi turun (fujur). Hidup penuh dengan ketegangan, dada terasa sempit, penuh dengki, mata liar kesana kemari, pikiran kotor, kata-kata tidak terkontrol, ibadah terasa berat, penuh kekhawatiran terhadap dunia, takut kehilangan rezeki dan sifat-sifat buruk lainnya.
 Semakin banyak sifat dan perbuatan buruk dilakukan semakin deras luncuran iman itu menuju titik terendah. Sebaliknya semakin tinggi kuantitas dan kualitas ketaatan semakin cepat iman itu menanjak ke puncak.
 Sebagaimana dijelaskan para ulama, iman naik karena ketaatan dan iman turun karena kemaksiatan. Pertanyaannya bagaimana membangunkan iman ketika sedang terbujur lemah?
 Ada tiga hal yang bisa dilakukan :
1.    Pakar motivasi mengatakan tips mendobrak kemalasan dan ketakutan dengan cara melakukan sebaliknya. Jika malas shalat segera bangun shalat, maka rasa malas itu akan berangsur-angsur hilang. Demikian juga bila takut, lakukan aktivitas yang ditakuti tersebut, maka kita dapat menguasai perasaan takut itu.
2.    Menyadarkan diri bahwa kita diciptakan untuk akhirat, bukan dunia.  Maka segala aktivitas dunia jangan sampai mengalahkan tujuan akhirat.
3.    Menyadarkan diri bahwa kehidupan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kehidupan akhirat. Hadist di atas setidaknya menggambarkan tentang perbedaan keduanya yaitu antara setetes air kehidupan dunia dan luasnya samudera kehidupan akhirat. Sungguh sebuah perumpamaan yang sangat jelas dipandang mata.
 Maka merugilah orang-orang yang hanya mengejar dunia dan melupakan akhirat. Namun, bila senantiasa menjadikan akhirat sebagai motivasi berkarya, maka duniapun sudah pasti dalam genggaman.
 Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Pustaka :
-     Adhan Sanusi Lc, Hikmah, Surat Kabar Republika, Mahaka Media, 11 November 2007.                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar