Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarokatuh,
“Tidaklah
kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali seperti saat
salah seorang diantara kamu mencelupkan jari telunjuknya di samudera lautan,
lalu lihatlah yang tersisa di jari telunjuknya itu, itulah dunia” (HR. Muslim,
Tarmidzi, Ibnu Najah dan Ahmad).
Keimanan
senantiasa naik dan turun. Saat iman naik, saat itu kita merasakan betapa
lezatnya iman itu. Hidup terasa tenang, dada lapang, mata terasa sejuk, pikiran
jernih, kata-kata manis, penuh tawakal, ibadah terasa ringan dan nikmat, kadang
air mata ikut menetes untuk ikut merasakan kenikmatannya.
Namun, iman bisa
turun kalau penjagaannya tidak optimal, karena gerusan kemaksiatan setiap hari
pasti dijumpai karena kita tidak hidup sendiri. Tarik menarik antara keimanan
dan kemaksiatan terus akan terjadi.
Kita juga akan merasakan bagaimana kondisi jiwa ketika iman dalam kondisi
turun (fujur). Hidup penuh dengan ketegangan, dada terasa sempit, penuh dengki,
mata liar kesana kemari, pikiran kotor, kata-kata tidak terkontrol, ibadah
terasa berat, penuh kekhawatiran terhadap dunia, takut kehilangan rezeki dan
sifat-sifat buruk lainnya.
Semakin banyak
sifat dan perbuatan buruk dilakukan semakin deras luncuran iman itu menuju
titik terendah. Sebaliknya semakin tinggi kuantitas dan kualitas ketaatan
semakin cepat iman itu menanjak ke puncak.
Sebagaimana
dijelaskan para ulama, iman naik karena ketaatan dan iman turun karena
kemaksiatan. Pertanyaannya bagaimana membangunkan iman ketika sedang terbujur
lemah?
Ada tiga hal yang
bisa dilakukan :
1. Pakar motivasi
mengatakan tips mendobrak kemalasan dan ketakutan dengan cara melakukan
sebaliknya. Jika malas shalat segera bangun shalat, maka rasa malas itu akan
berangsur-angsur hilang. Demikian juga bila takut, lakukan aktivitas yang
ditakuti tersebut, maka kita dapat menguasai perasaan takut itu.
2. Menyadarkan
diri bahwa kita diciptakan untuk akhirat, bukan dunia. Maka segala aktivitas dunia jangan sampai
mengalahkan tujuan akhirat.
3. Menyadarkan
diri bahwa kehidupan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kehidupan akhirat.
Hadist di atas setidaknya menggambarkan tentang perbedaan keduanya yaitu antara
setetes air kehidupan dunia dan luasnya samudera kehidupan akhirat. Sungguh
sebuah perumpamaan yang sangat jelas dipandang mata.
Maka merugilah
orang-orang yang hanya mengejar dunia dan melupakan akhirat. Namun, bila
senantiasa menjadikan akhirat sebagai motivasi berkarya, maka duniapun sudah
pasti dalam genggaman.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarokatuh.
Pustaka :
-
Adhan Sanusi Lc, Hikmah, Surat
Kabar Republika, Mahaka Media, 11
November 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar